Langsung ke konten utama

Aku dan Semesta

Apa kelemahan terbesarmu??

Perpisahan, sendirian, merasa tidak dicintai???
Ketakutan terhadap perpisahan, takut karena merasa sendiri dan tidak dicintai, yaa...benar. Itu kelemahan ku. 

Bertemu dan berpisah memang seperti lingkaran setan, berputar terus dan terus. Seberapa bisa mengikhlaskan, seberapa lapang hatimu untuk merelakan perpisahan? Melihat yang disayang harus pergi. Membayangkan hari-hari tanpa dia, tanpa mereka yang biasanya selalu ada, rasanya seperti mimpi buruk. 

Aku mengalaminya, berusaha menerima, merelakan dan mengikhlaskan, tapi aku ragu apakan sudah benar-benar ikhlas atau aku hanya menipu diri untuk merasa baik-baik saja. 
Ya...aku mungkin masih berusaha menipu diriku, masih mencoba membuat diriku bahagia, sehingga pelan tapi pasti aku benar-benar ikhlas. Tidak gampang memang, melapangkan hati menerima dan menghadapi ketakutan itu. Ingin lari? Iya, benar, kalau bisa aku ingin sekali lari, lari sampai ke ujung dunia. Tapi itu tidak akan mengubah apa-apa, yang ada aku hanya akan bertambah lelah. 

Sekarang, habiskan dulu stok air mata, menangis sampai puas, jatuh sejatuh-jatuhnya. Saat ini aq mungkin belum bisa ikhlas, tapi aku tetap berusaha, aku tidak akan melupakan, karena itu indah. Kita memang tidak bisa request dengan siapa kita ingin bersama, dengan siapa kita ingin bertemu. Yang kita inginkah belum tentu kita butuhkan, dan aku sama sekali tidak tau apa yang aku inginkan sekarang, biar semesta yang mengarahkan. Aku hanya perlu bergerak dan semesta akan membawaku ke tujuan, aku hanya perlu bersyukur, dan aku harus bisa menerima diriku, merangkul kelemahanku, dan Semesta akan memberi semuanya 

Basmatika
012516

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Susahnya menjadi Aku

Hah? Seriously? Hidup ku lhoo lebih berat dari kamu. Aku lho punya lebih banyak tanggungan dari kamu. Mungkin gitu kali ya pikiran kalian saat liat judul blog ku kali ini. Ga salah sih, hidup emang berat, bahkan bagi seorang Nia Ramadhani yang ga bisa ngupas salak.  Ah kamu aja yang ga bisa bersyukur, ada pula yang mungkin berpikiran seperti itu. Gapapa, itu pikiran kalian, itu pendapat kalian dan aku ga bisa larang kalian mau ngomong apa dan berpendapat kaya apa tentang aku, salah ku sih yang dikit-dikit baper, fiyuuuu.... Kenapa susah jadi “Aku”? Karena seorang “aku” ini sering kali kena komplain. Aku kasi tau yaa, masuk di lingkungan baru ga pernah mudah, bahkan bagi seorang "AKU" yang konon termasuk gampang beradaptasi. Tapi ini beda mamens, kebiasaan lama kita belum tentu bisa diterima, begitupula kebiasaan di tempat baru, belum tentu bisa kita terima dengan baik. Sebut saja si A, komplain karena aku ga pernah dilihat ngobrol sama anak nya yang lebetulan lama ting

Kematian adalah Perayaan

 Saat aku bilang 34 tahun sudah lama, aku ga bercanda. Hidup selama 34 tahun rasanya sudah lebih dari cukup, untuk apa berlama-lama?  Katamu tanggung jawab itu memang berat, katamu aku belum mencoba semua hal, katamu aku belum terlalu berusaha. Tapi kataku sudah cukup, kataku aku lelah, kataku tidak ada lagi yang mau aku coba, kataku aku sudah siap. Tidak bolehkah merasa jenuh? Lemahkah kalau aku ingin berhenti? Berdosakah aku kalo aku merasa sedih? Terkadang aku merasa tidak punya sandaran, aku bingung harus cerita ke siapa. Aku takut, saat aku mengeluh bukan pelukan yang aku dapat, aku cemas saat aku bercerita bukan dukungan yang aku dapat. Aku sesalu overthingking akan setiap reaksimu, menebak-nebak kalimat-kalimat yang keluar dari mulut mu, apakan kata-kata pedas atau penghiburan. Aku merasa sendirian, kata pulang semakin terasa ambigu. Dulu pulang adalah ke rumah orang tua ku, skarang aku merasa sudah bukan bagian dari mereka lagi, tidak pula menjadi bagian utuh dari kalian.  Mung

Aku dimatamu (keluhan terselubung)

 Aku aneh Aku kekanakan Aku “ngrenyed” Aku cengeng Ntah apa lagi aku dimatamu. Sepertinya memang tidak pernah baik. Kalau aku menunjukkan rasa kesalku, atau saat aku bilang aku sedih karena sikapmu, kamu akan bilang aku “ngrenyed” (mungkin mirip dengan lebay kalau di-Indonesiakan), seperti hari ini. Kamu memang tidak bilang langsung, tapi ntah kenapa aku bisa mendengarnya, meski tidak ada suara, tp jelas terdengar saat kamu menatap ku. Saat itu aku berpikir, apa sebaiknya aku usah menunjukkan rasa kesal ku, ga boleh bilang kalau lagi marah, atau lagi sedih. Atau mungkin aku tidak boleh merasa kesal, marah dan sedih?  Reaksi ku tadi mungkin berlebihan menurutmu. Tapi aku tiba-tiba merasa kesal, marah dan berakhir sedih saat tau kamu pergi jalan-jalan jauh tanpa aku. Ya TANPA AKU Aku merasa tersingkirkan, ga dianggap. Ngasi tau bakal pergi aja ngga, sama siapa aja ngga, tau-tau di tag sm ponakan kalo kalian lagi jalan-jalan. Hal yang belum tentu setahun sekali aku alami. Rasa-rasanya sel