Langsung ke konten utama

Aku dimatamu (keluhan terselubung)

 Aku aneh

Aku kekanakan

Aku “ngrenyed”

Aku cengeng


Ntah apa lagi aku dimatamu. Sepertinya memang tidak pernah baik. Kalau aku menunjukkan rasa kesalku, atau saat aku bilang aku sedih karena sikapmu, kamu akan bilang aku “ngrenyed” (mungkin mirip dengan lebay kalau di-Indonesiakan), seperti hari ini. Kamu memang tidak bilang langsung, tapi ntah kenapa aku bisa mendengarnya, meski tidak ada suara, tp jelas terdengar saat kamu menatap ku. Saat itu aku berpikir, apa sebaiknya aku usah menunjukkan rasa kesal ku, ga boleh bilang kalau lagi marah, atau lagi sedih. Atau mungkin aku tidak boleh merasa kesal, marah dan sedih? 

Reaksi ku tadi mungkin berlebihan menurutmu. Tapi aku tiba-tiba merasa kesal, marah dan berakhir sedih saat tau kamu pergi jalan-jalan jauh tanpa aku. Ya TANPA AKU

Aku merasa tersingkirkan, ga dianggap. Ngasi tau bakal pergi aja ngga, sama siapa aja ngga, tau-tau di tag sm ponakan kalo kalian lagi jalan-jalan. Hal yang belum tentu setahun sekali aku alami. Rasa-rasanya seluruh jariku masih bisa dipakai menghitung berapa kali kita jalan-jalan jauh selama kita bersama. Seketika aja aku kesal, marah dan hampir nangis di kantor. Ingat minggu lalu kita libur beberapa hari tanpa ada acara jalan-jalan. Aku sampai lupa kapan terakhir kali kamu yang ngajakin pergi? Atau emang ga pernah?

Dari pulang kantor aku kesel sendiri, ngerasa sendiri. Mau curhat ingat kalau aku ga punya temen sedekat itu yang bisa diajak curhat. Saat kau datang, nyapa aja ngga, tambah sedihlah aku. Belum lagi saat aku bilang kalau aku sedih, ingin dipeluk. Masih dicuekin, aku minta dihibur kamu nanya “apasih mau mu?” Aku mau dipeluk. Boleh ga sih kamu bilang “nanti kita jalan-jalan ya, gantiin yg hari ini, maaf ga ngajak tadi”

Boro-boro, aku memang punya kesulitan mengkominikasikan apa yang aku rasa, jarang sekali benar-benar tersampaikan, sampai-sampai kamu aja nanya mauku apa, dengan nada agak naik gitu. Tambah sedih kan jadinya. Mau nangis lagi mata uda kaya mata kodok. 

Seperti  yang pernah aku bilang dulu, mungkin emang sifat ku “ngrenyed”. Mungkin itu yang paling kamu lihat dari aku. Gapapa. 

Aku usahakan ini yang terakhir, selanjutkan aku akan berusaha memendam kesal, marah dan sedih ku, sebisa mungkin menekannya. Biar kuredam hingga luruh dengan sendirinya. Aku memang ga punya temen untuk cerita tentang perasaan ku. Aku tau kamu juga ga akan peduli kalau aku marah dan ngambek bahkan kalau aku nangis-nangis kamu ga akan berusaha untuk menghibur. 

Ya, sekedar tau aja ya. Buat ku waktu berdua sama kamu itu berharga banget. Makanya saat dirimu libur dan aku kerja, pulang kerja aku cepat-cepat pulang agar bisa punya waktu lebih lama berdua. Hanya saja kayaknya kamu ngga gitu deh. Mungkin kamu perlu waktu untuk game-mu atau sekedar me time dibanding saat sama aku. Iya tau, kita tiap hari ketemu, tapi karena kamu lebih sering sibuk sama hape, aku jadi menyibukkan diri agar ga merasa dicuekin. Mau bilang kalau itu perasaanku aja? Merasa dicuekin atau ga itu pilihan? Mau bilang kalo aku bisa milih untuk merasa ga dicuekin? Tidak semudah itu Fernando, logika ku tidak setinggi itu. Tapi ya sudah lah, kalau memang seperti itulah aku di matamu, aku terima.


Sekian curhatan istri yang ditinggal jalan-jalan oleh suami nya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku dan Sepenggal Cerita

Hati yang merindu nan rapuh Meski layar ku kembang penuh Dan jarak sudah bertahun aku tempuh Namun sauh tak kunjung berlabuh Walau angin kehilangan ritmenya Cinta, cita dan asa masih ku punya Hanya satu pinta sebelum ajal bertahta Labuhkan hatimu ke pangkuanku saja Padamu yg tiada berupa Padamu aku jatuh cinta Ku awali tulisan ini dengan sebuah puisi, puisi yang kata per katanya ku kutip dari mana-mana. Dan ini lah ceritaku:  Ini cerita tentang pengorbanan, tentang cinta, tentang keraguan dan kepastian, tentang kebimbangan dan keyakinan, tentang perasaan goyah akan sesuatu dan rasa ingin bertahan. Sebuah cerita tentang rasa kecewa dan keputusasaan, cerita tetang perubahan, cerita tentang ketakutan dan keberanian, juga tentang kerapuhan. Aku menyebut serita ini kehidupan , dengan berbagai rasa dan asa, dengan ribuan proses yang terjadi didalamnya. Ya ini adalah cerita tentang hidup, hidup ku tepatnya… Dulu aku menyebutnya pengorbanan, yang aku korbankan adalah diriku, p

Kematian adalah Perayaan

 Saat aku bilang 34 tahun sudah lama, aku ga bercanda. Hidup selama 34 tahun rasanya sudah lebih dari cukup, untuk apa berlama-lama?  Katamu tanggung jawab itu memang berat, katamu aku belum mencoba semua hal, katamu aku belum terlalu berusaha. Tapi kataku sudah cukup, kataku aku lelah, kataku tidak ada lagi yang mau aku coba, kataku aku sudah siap. Tidak bolehkah merasa jenuh? Lemahkah kalau aku ingin berhenti? Berdosakah aku kalo aku merasa sedih? Terkadang aku merasa tidak punya sandaran, aku bingung harus cerita ke siapa. Aku takut, saat aku mengeluh bukan pelukan yang aku dapat, aku cemas saat aku bercerita bukan dukungan yang aku dapat. Aku sesalu overthingking akan setiap reaksimu, menebak-nebak kalimat-kalimat yang keluar dari mulut mu, apakan kata-kata pedas atau penghiburan. Aku merasa sendirian, kata pulang semakin terasa ambigu. Dulu pulang adalah ke rumah orang tua ku, skarang aku merasa sudah bukan bagian dari mereka lagi, tidak pula menjadi bagian utuh dari kalian.  Mung