Langsung ke konten utama

FATE (Night Stay)

I am the master of my fate...
I am the captain of my soul...
I am the bone of my sword...

Apakah itu takdir?
Bisakah kita memilihnya? Atau paling tidak merubahnya lah...
Saban hari aku mendengar orang bilang "aku ditakdirkan untuk ini, untuk itu, bla bla bla, apalah, apalah...."
Yang jadi pertanyaan adalah bisakah kita menentukan takdir kita? Bolehkah kita menolak jalan yang sudah digariskan? Misalnya nih, aku pengen jadi penulis, pengen banget malah, tp takdir Tuhan lain, aku harus jadi pegawai kantoran misalnya, trus piye? Boleh ngeyel dengan mimpi jadi penulis itu atau kudu nrimo suratan? kan galau yaaa....
Pertanyaan-pertanyaan yang semacam itu itu datang dan datang, tapi belum terjawab. Meskipun aku tau jawabannya ada di diri sendiri, tapi...tapi...tapi, banyak tapi ini, yang ada aku sama sekali ga tau apa yang harus aku lakukan dan apa yang aku inginkan, lho? Trus gimana donk?
Katanya aku harus berdama dengan diri sendiri, ehm...dalam beberapa hal kadang aku masih susah maafin diri sendiri atas apa yang telah terjadi, terlalu banyak kata "seandainya" yang membuat ku merasa semakin bersalah. Ternyata maafin orang lain lebih gampang dibandingkan maafin diri sendiri. 
Makin banyak pertanyaan, makin bikin galau, makin bingung, makin pusing, makin bikin pengen nangis di pojokan. Ini kenapa jadi kaya gini, sih? Jalani aja katanya? Apa yang harus dijalani wong di depan gelap gulita gitu, mending ada lampu neon jadinya apa yang ada di depan bisa keliatan >.<
Pusing? Sama, aku juga pusing mikirinnya, tapi makin dipikir makin berat, jadinya mau ga mau ya jalanin aja,
Que sera, sera
Whatever will be, will be
The future's not ours to see
Que sera, sera
What will be, will be...

Kalo kata lagunya Kupu Kupu Malam sih yang terjadi terjadilah.

Satu hal yang masih susah aku lakuin, menerima, Menerima kesalahan yang diperbuat masa lalu. Padahal aku tahu, masa lalu ga bisa di rubah, ga bisa dilupain, ga bisa di edit apa lagi dihapus, itu cuma perlu diterima dengan hati lapang dan ikhlas dan ilmu ku belum nyampe sana.

Sekarang mencoba menata hal yang sudah tanpa sadar aku hancurkan, mencoba memafkan diri sendiri (lagi), lebih sering bersukur atas hidup, apapun itu. 
Soal takdir, biarlah nanti ku cari lagi jawabannya....

I am the bone of my sword
Steel is my body and fire is my blood
I have created over a thousand blades
Unknown to Death
Nor known to Life
Have withstood to create many weapons
Yet, those hands will never hold anything.
So as I pray, unlimited blade works
(Archer, Fate/Stay Night Unlimited Blade Works story)


-Basmatika-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Susahnya menjadi Aku

Hah? Seriously? Hidup ku lhoo lebih berat dari kamu. Aku lho punya lebih banyak tanggungan dari kamu. Mungkin gitu kali ya pikiran kalian saat liat judul blog ku kali ini. Ga salah sih, hidup emang berat, bahkan bagi seorang Nia Ramadhani yang ga bisa ngupas salak.  Ah kamu aja yang ga bisa bersyukur, ada pula yang mungkin berpikiran seperti itu. Gapapa, itu pikiran kalian, itu pendapat kalian dan aku ga bisa larang kalian mau ngomong apa dan berpendapat kaya apa tentang aku, salah ku sih yang dikit-dikit baper, fiyuuuu.... Kenapa susah jadi “Aku”? Karena seorang “aku” ini sering kali kena komplain. Aku kasi tau yaa, masuk di lingkungan baru ga pernah mudah, bahkan bagi seorang "AKU" yang konon termasuk gampang beradaptasi. Tapi ini beda mamens, kebiasaan lama kita belum tentu bisa diterima, begitupula kebiasaan di tempat baru, belum tentu bisa kita terima dengan baik. Sebut saja si A, komplain karena aku ga pernah dilihat ngobrol sama anak nya yang lebetulan lama ting

Kematian adalah Perayaan

 Saat aku bilang 34 tahun sudah lama, aku ga bercanda. Hidup selama 34 tahun rasanya sudah lebih dari cukup, untuk apa berlama-lama?  Katamu tanggung jawab itu memang berat, katamu aku belum mencoba semua hal, katamu aku belum terlalu berusaha. Tapi kataku sudah cukup, kataku aku lelah, kataku tidak ada lagi yang mau aku coba, kataku aku sudah siap. Tidak bolehkah merasa jenuh? Lemahkah kalau aku ingin berhenti? Berdosakah aku kalo aku merasa sedih? Terkadang aku merasa tidak punya sandaran, aku bingung harus cerita ke siapa. Aku takut, saat aku mengeluh bukan pelukan yang aku dapat, aku cemas saat aku bercerita bukan dukungan yang aku dapat. Aku sesalu overthingking akan setiap reaksimu, menebak-nebak kalimat-kalimat yang keluar dari mulut mu, apakan kata-kata pedas atau penghiburan. Aku merasa sendirian, kata pulang semakin terasa ambigu. Dulu pulang adalah ke rumah orang tua ku, skarang aku merasa sudah bukan bagian dari mereka lagi, tidak pula menjadi bagian utuh dari kalian.  Mung

Aku dimatamu (keluhan terselubung)

 Aku aneh Aku kekanakan Aku “ngrenyed” Aku cengeng Ntah apa lagi aku dimatamu. Sepertinya memang tidak pernah baik. Kalau aku menunjukkan rasa kesalku, atau saat aku bilang aku sedih karena sikapmu, kamu akan bilang aku “ngrenyed” (mungkin mirip dengan lebay kalau di-Indonesiakan), seperti hari ini. Kamu memang tidak bilang langsung, tapi ntah kenapa aku bisa mendengarnya, meski tidak ada suara, tp jelas terdengar saat kamu menatap ku. Saat itu aku berpikir, apa sebaiknya aku usah menunjukkan rasa kesal ku, ga boleh bilang kalau lagi marah, atau lagi sedih. Atau mungkin aku tidak boleh merasa kesal, marah dan sedih?  Reaksi ku tadi mungkin berlebihan menurutmu. Tapi aku tiba-tiba merasa kesal, marah dan berakhir sedih saat tau kamu pergi jalan-jalan jauh tanpa aku. Ya TANPA AKU Aku merasa tersingkirkan, ga dianggap. Ngasi tau bakal pergi aja ngga, sama siapa aja ngga, tau-tau di tag sm ponakan kalo kalian lagi jalan-jalan. Hal yang belum tentu setahun sekali aku alami. Rasa-rasanya sel