Langsung ke konten utama

Titik Jenuh

 Aku jenuh......
Itu kalimat pertama yang terbayangkan tiap aku bangun pagi.
Rutinitas yang hampir sama tiap harinya. DI setiap malam aku berpikir " apa aku mencoba hari ini atau aku akan gagal? Apa aku mencoba lagi atau melarikan diri?"
Aku hanya takut, takut ga bisa bertahan esok hari. Diriku yang sepertinya paling tidak berguna di dunia ini, sering bertanya-tanya, apa salah kalau merasa jenuh?
Semakin bertambah umur aku makin malas ketemu orang baru. Semakin malas dengan rutunitas tapi mencoba hal baru aku takut. Takul gagal, takut ga bisa beradaptasi.
Aku lelah...
Hal yang aku rindukan saat di luar rumah adalah tempat tidur ku, katakanlah aku ini tidak produktif, tapi bertemu dengan orang baru, harus beramah-tamah itu sungguh menyiksa. Aku harus mengenakan topeng "ramah" ku hampir sepanjang hari. Kenapa pula aku terjebak di perkerjaan yg berhubungan dengan hospitality? Kenapa aku baru menyadarinya? Kenapa berinteraksi itu terasa begitu melelahkan? 😭
Katanya makin hari aku makin mirip Squidward, iyaaaa, yg di Spongebob Squarepants itu, Bukan tiba-tiba aku punya tentacles ya, tp katanya sifat ku tuh jadi mirip squidward, agak' weirdo gitu, benarkah?
Aku ingin berhenti....
Ini kalimat yang dari tahun lalu sering aku ucapkan, tapi sampai detik ini aku masih bertahan. Karena apa? Karena aku butuh uang 😢
Selain itu aku juga ga tau mau ngapain kalo aku berenti kerja. Kesannya aku pemalas banget ya? Tapi aku bener-bener ngerasa ga cocok dengan kerjaan ini, what the hell I'm doing here, I'm dont belong here kalo kata lagunya Radiohead yg Creep. Pas banget buat kondisi ku saat ini.
Ntahlah, mungkin aku harus bertahan sedikit lagi, mungkin nanti aku bisa jatuh cinta sama rutinitas ku saat ini, siapa tau. Ya...bertahan sedikit lagi....sampai benar-benar tiba di titik jenuh dan siap untuk berhenti


26 Oct 2022
Sambil nunggu jam pulang kantor, 38 menit lg

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku dimatamu (keluhan terselubung)

 Aku aneh Aku kekanakan Aku “ngrenyed” Aku cengeng Ntah apa lagi aku dimatamu. Sepertinya memang tidak pernah baik. Kalau aku menunjukkan rasa kesalku, atau saat aku bilang aku sedih karena sikapmu, kamu akan bilang aku “ngrenyed” (mungkin mirip dengan lebay kalau di-Indonesiakan), seperti hari ini. Kamu memang tidak bilang langsung, tapi ntah kenapa aku bisa mendengarnya, meski tidak ada suara, tp jelas terdengar saat kamu menatap ku. Saat itu aku berpikir, apa sebaiknya aku usah menunjukkan rasa kesal ku, ga boleh bilang kalau lagi marah, atau lagi sedih. Atau mungkin aku tidak boleh merasa kesal, marah dan sedih?  Reaksi ku tadi mungkin berlebihan menurutmu. Tapi aku tiba-tiba merasa kesal, marah dan berakhir sedih saat tau kamu pergi jalan-jalan jauh tanpa aku. Ya TANPA AKU Aku merasa tersingkirkan, ga dianggap. Ngasi tau bakal pergi aja ngga, sama siapa aja ngga, tau-tau di tag sm ponakan kalo kalian lagi jalan-jalan. Hal yang belum tentu setahun sekali aku alami. Rasa-rasanya sel

Aku dan Sepenggal Cerita

Hati yang merindu nan rapuh Meski layar ku kembang penuh Dan jarak sudah bertahun aku tempuh Namun sauh tak kunjung berlabuh Walau angin kehilangan ritmenya Cinta, cita dan asa masih ku punya Hanya satu pinta sebelum ajal bertahta Labuhkan hatimu ke pangkuanku saja Padamu yg tiada berupa Padamu aku jatuh cinta Ku awali tulisan ini dengan sebuah puisi, puisi yang kata per katanya ku kutip dari mana-mana. Dan ini lah ceritaku:  Ini cerita tentang pengorbanan, tentang cinta, tentang keraguan dan kepastian, tentang kebimbangan dan keyakinan, tentang perasaan goyah akan sesuatu dan rasa ingin bertahan. Sebuah cerita tentang rasa kecewa dan keputusasaan, cerita tetang perubahan, cerita tentang ketakutan dan keberanian, juga tentang kerapuhan. Aku menyebut serita ini kehidupan , dengan berbagai rasa dan asa, dengan ribuan proses yang terjadi didalamnya. Ya ini adalah cerita tentang hidup, hidup ku tepatnya… Dulu aku menyebutnya pengorbanan, yang aku korbankan adalah diriku, p

Kematian adalah Perayaan

 Saat aku bilang 34 tahun sudah lama, aku ga bercanda. Hidup selama 34 tahun rasanya sudah lebih dari cukup, untuk apa berlama-lama?  Katamu tanggung jawab itu memang berat, katamu aku belum mencoba semua hal, katamu aku belum terlalu berusaha. Tapi kataku sudah cukup, kataku aku lelah, kataku tidak ada lagi yang mau aku coba, kataku aku sudah siap. Tidak bolehkah merasa jenuh? Lemahkah kalau aku ingin berhenti? Berdosakah aku kalo aku merasa sedih? Terkadang aku merasa tidak punya sandaran, aku bingung harus cerita ke siapa. Aku takut, saat aku mengeluh bukan pelukan yang aku dapat, aku cemas saat aku bercerita bukan dukungan yang aku dapat. Aku sesalu overthingking akan setiap reaksimu, menebak-nebak kalimat-kalimat yang keluar dari mulut mu, apakan kata-kata pedas atau penghiburan. Aku merasa sendirian, kata pulang semakin terasa ambigu. Dulu pulang adalah ke rumah orang tua ku, skarang aku merasa sudah bukan bagian dari mereka lagi, tidak pula menjadi bagian utuh dari kalian.  Mung