Langsung ke konten utama

Uang Tidak Bisa Membeli Segalanya (sebuah sudut pandang reservation agent)

Banyak yang tidak tahu, uang tidak bisa membeli segalanya, termasuk bedding type...


Summer holiday, begitu para hotelier menyebut bulan July - August ini, beberapa lebih familier dengan sebutan high season. Apapun namanya, bagi ku sama saja. Season ini bagaikan perang Sparta, mungkin yang meniti karir di dunia travel dan perhotelan tau gimana campur aduknya rasa high season itu. Banyak yang tergiur dengan insentif di akhir bulan nanti, karena untuk season ini biasanya hotel mengenakan additional charge untuk harga kamarnya, lumayan untuk nambah-nambah gaji di akhir bulan.

Dibalik iming-iming uang service yang menggiurkan ada banyak dilema dan drama di dalamnya. Kami yang bekerja di balik layar, menyusun rencana perjalanan, memesankan hotel, dan sebagainya, harus berjibaku dengan berbagai request yang kadang tidak masuk akal. Sebagai tour operator, kami dituntut tahan banting, punya jiwa Sparta yg bisa adu agument dengan pihak hotel dan tamu.

Pernah dengar pepatah "Tamu adalah raja"?? Begitulah tingkah beberapa dari mereka. Seakan-akan mereka adalah raja yang punya segalanya, yang dengan uang bisa membeli apa saja yang mereka inginakan dan kita sebagai travel agent bahu membahu mengusahakan yang terbaik untuk mereka. Tepujilah para Front officer dan para Guide yg berhadapan langsung dengan raja-raja dadakan itu, kami masih beruntung tahu komplain dari guide, kalau dimaki-makai tengah malam itu masih bisa dibilang beruntung sih. Kata-katanya klise, kira-kira seperti ini " tamunya bilang uda request jauh-jauh hari, kok sampe hotel dapetnya beda? mereka kan buka couple ga mungkin seranjang" itu kalo yang "katanya request Twin Bed tp dapetnya King Bed, padahal sering kali overseas agent hanya ngasi namelist, tanpa request apa-apa. Atau kaya gini " Tamunya kan Honeymoon, masa dapetnya Twin, mana mau mreka masuk kamar". Daaaaan, kata- kata itu bagaikan negara api yang menyerang, yang membuat kami mau ga mau suka ga suka harus adu mulut sama mba-mba dan mas-mas front office, padahal kami tau kalau bedding type ga bisa guaranteed dan di kontrak pun sudah tercantum. Tapi apa daya, demi para Raja dadakan itu kami harus adu argument, maafkan kami ya mba dan mas FO.

Ini hanyalah sebagian kecil dilema kami, para staff travel agent, dibalik postingan-postingan stay di hotel, makan-makan dan party invitation ada drama di baliknya.  Kami yang handphonenya harus on 24 jam, untuk siap sedia terima komplain. Seringkali mereka mengatasnamankan tour fee yang mahal dalam setiap komplainnya. Sekali lagi, uang tidak bisa membeli segalanya, termasuk bedding type. Kami sebagai tavel agent tentunya mengusahakan yang terbaik utuk para raja itu, bahkan free upgrade pun kami lalukan.

Kami hanyalah manusia biasa, kami tidak bisa memenuhi semua keinginan kalian, para raja yang menggunakan jasa kami. 

After effect high season setelah over fed sama complain..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Susahnya menjadi Aku

Hah? Seriously? Hidup ku lhoo lebih berat dari kamu. Aku lho punya lebih banyak tanggungan dari kamu. Mungkin gitu kali ya pikiran kalian saat liat judul blog ku kali ini. Ga salah sih, hidup emang berat, bahkan bagi seorang Nia Ramadhani yang ga bisa ngupas salak.  Ah kamu aja yang ga bisa bersyukur, ada pula yang mungkin berpikiran seperti itu. Gapapa, itu pikiran kalian, itu pendapat kalian dan aku ga bisa larang kalian mau ngomong apa dan berpendapat kaya apa tentang aku, salah ku sih yang dikit-dikit baper, fiyuuuu.... Kenapa susah jadi “Aku”? Karena seorang “aku” ini sering kali kena komplain. Aku kasi tau yaa, masuk di lingkungan baru ga pernah mudah, bahkan bagi seorang "AKU" yang konon termasuk gampang beradaptasi. Tapi ini beda mamens, kebiasaan lama kita belum tentu bisa diterima, begitupula kebiasaan di tempat baru, belum tentu bisa kita terima dengan baik. Sebut saja si A, komplain karena aku ga pernah dilihat ngobrol sama anak nya yang lebetulan lama ting

Kematian adalah Perayaan

 Saat aku bilang 34 tahun sudah lama, aku ga bercanda. Hidup selama 34 tahun rasanya sudah lebih dari cukup, untuk apa berlama-lama?  Katamu tanggung jawab itu memang berat, katamu aku belum mencoba semua hal, katamu aku belum terlalu berusaha. Tapi kataku sudah cukup, kataku aku lelah, kataku tidak ada lagi yang mau aku coba, kataku aku sudah siap. Tidak bolehkah merasa jenuh? Lemahkah kalau aku ingin berhenti? Berdosakah aku kalo aku merasa sedih? Terkadang aku merasa tidak punya sandaran, aku bingung harus cerita ke siapa. Aku takut, saat aku mengeluh bukan pelukan yang aku dapat, aku cemas saat aku bercerita bukan dukungan yang aku dapat. Aku sesalu overthingking akan setiap reaksimu, menebak-nebak kalimat-kalimat yang keluar dari mulut mu, apakan kata-kata pedas atau penghiburan. Aku merasa sendirian, kata pulang semakin terasa ambigu. Dulu pulang adalah ke rumah orang tua ku, skarang aku merasa sudah bukan bagian dari mereka lagi, tidak pula menjadi bagian utuh dari kalian.  Mung

Aku dimatamu (keluhan terselubung)

 Aku aneh Aku kekanakan Aku “ngrenyed” Aku cengeng Ntah apa lagi aku dimatamu. Sepertinya memang tidak pernah baik. Kalau aku menunjukkan rasa kesalku, atau saat aku bilang aku sedih karena sikapmu, kamu akan bilang aku “ngrenyed” (mungkin mirip dengan lebay kalau di-Indonesiakan), seperti hari ini. Kamu memang tidak bilang langsung, tapi ntah kenapa aku bisa mendengarnya, meski tidak ada suara, tp jelas terdengar saat kamu menatap ku. Saat itu aku berpikir, apa sebaiknya aku usah menunjukkan rasa kesal ku, ga boleh bilang kalau lagi marah, atau lagi sedih. Atau mungkin aku tidak boleh merasa kesal, marah dan sedih?  Reaksi ku tadi mungkin berlebihan menurutmu. Tapi aku tiba-tiba merasa kesal, marah dan berakhir sedih saat tau kamu pergi jalan-jalan jauh tanpa aku. Ya TANPA AKU Aku merasa tersingkirkan, ga dianggap. Ngasi tau bakal pergi aja ngga, sama siapa aja ngga, tau-tau di tag sm ponakan kalo kalian lagi jalan-jalan. Hal yang belum tentu setahun sekali aku alami. Rasa-rasanya sel